Kamis, 19 Januari 2017

Subjektivitas dalam Ajaran Jedi dan Pengekangan Subjek oleh Sith



oleh Nauval Zharkhov El-Hessan | Mahasiswa Filsafat Universitas Indonesia, Fanboy 

Saya baru menemukan sebuah tulisan menarik seputar Star Wars. Ditulis oleh Fajar Aji, mahasiswa program studi ilmu filsafat, Universitas Indonesia, dan dimuat di official account Deadpoøl Universitas Indonesia. Secara ringkas, tulisan yang berjudul “Star Wars dan Penindasan Subyektifitas Individu” mencoba membandingkan antara ajaran Sith dan Jedi. Penulis menyatakan bahwa ajaran Jedi pada hakikatnya adalah harmoni, sesuai dengan kode yang mereka yakini yang selalu diawali dengan kata “Tidak ada” (There is no…). Lebih lengkapnya, penulis menyatakan, “… Jedi adalah kumpulan pengguna Force yang berusaha untuk menjaga hidupnya agar tetap stabil sehingga menciptakan harmoni antar tiap makhluk hidup yang memang terhubung juga dalam satu medan energi  Force.”. Setelah mengungkapkan itu, kemudian penulis menyatakan bahwa konsekuensi ajaran Jedi adalah mengekang individu hanya demi mencapai harmoni yang ingin mereka capai.

Berbeda dengan Sith. Bagi penulis, Sith sangat mendukung cara kerja alamiah pemikiran manusia. Sith, dengan segala kodenya yang berakhir dengan “The Force shall set me free” memiliki konsekuensi logis yaitu membuat individu berhak melakukan apa yang dia inginkan, “Akan, tetapi kita akan bisa melihat bagaimana para kesatria Sith berusaha selalu menjadi lebih kuat dan meraih kemenangan, paling tidak atas dirinya sendiri, kemudian pada akhirnya membebaskan diri mereka dari rantai yang membelenggu mereka.”. Akan tetapi, apakah benar Jedi mengekang individu dan membenarkan harmoni? Apakah memang Sith membebaskan hak individu terutama setiap disciple-nya?

Subjek dalam Ajaran Sith dan Jedi

Ajaran Jedi sebenarnya simpel. Mereka mengedepankan harmoni di atas kekacauan. Mengedepankan perdamaian di atas peperangan. Oleh karena itu, setiap tugas yang diberikan kepada anggota baru Jedi selalu berkaitan dengan diplomasi dan negosiasi. Konflik adalah jalan terakhir. Idealis dalam artian mereka tidak ingin terlibat dalam konflik secara langsung.

Sementara ajaran Sith berkebalikan dengan ajaran Jedi. Mereka menggunakan The Force untuk menambah kekuatan mereka sendiri dan menundukkan orang lain yang dianggap lemah. Tidak ada pengetahuan terlarang dalam Sith. Sementara pada Jedi masih ada pembatasan pengetahuan. Oleh karena itu, banyak sekali Sith yang kuat bahkan lebih kuat dari Jedi secara kekuatan fisik. Paling terkenal adalah Lord Vitiate atau Valkorion yang hadir pada trailer berjudul Sacrifice untuk expansion pack pada permainan Star Wars: The Old Republic (2011). Dia menciptakan kekacauan skala galaksi hanya untuk menjadikan dirinya kekal. Dia juga bisa menundukkan para Sith Lord di usianya yang masih muda. Dia pun terkenal dengan Eternal Empire-nya yang bertahan hingga seribu tahun lamanya bahkan dikenal sebagai Sith Emperor yang berkuasa paling lama di galaksi.

Secara sekilas, Jedi terlihat mengekang individu atau subjek sementara Sith tidak. Hal ini bisa dilihat dari peraturan Sith yang dibuat oleh Darth Bane, yaitu rule of two. Penyebutan rule of two ada pada serial televisi Star Wars The Clone Wars (2008-2014) Season 6 Episode 13. Dalam peraturan tersebut, hanya boleh ada dua Sith dalam satu waktu, master dan padawan. Akan tetapi, padawan diperbolehkan membunuh master-nya bila memang sudah mampu untuk melakukannya atau bila padawan menganggap sang master tidak mampu dalam mengemban ajaran Sith.

Bila dilihat lebih dalam lagi, sebenarnya Jedi justru mengedepankan pendapat individu atau subjek. Ini dibuktikan sendiri oleh banyaknya anggota Jedi yang keluar dari Ordo Jedi dan mereka tidak diburu selama mereka tidak menganggu harmoni. Misalkan saja Ahsoka Tano, padawan Anakin Skywalker pada serial Star Wars The Clone Wars Season 5 Episode 17 sampai 20. Dia keluar dari Ordo Jedi karena dituduh telah membunuh seorang tawanan dan Jedi tidak melakukan pembelaan apa-apa melainkan justru mendukung tuduhan itu. Akan tetapi Tano tidak diburu. Bahkan dia mendukung Pemberontakan di serial Star Wars Rebels (2014-sekarang) Season 1 dan 2. Hal serupa juga terjadi pada permainan Star Wars Knights of the Old Republic II: The Sith Lords (2004). Ada seorang ex-Jedi bernama Kreia. Dia kecewa dengan ajaran Jedi dan memutuskan untuk mendirikan sebuah Sith Academy bernama Sith Triumvirate di puing-puing Malachor V. Tidak ada satu Jedi pun yang tertarik untuk menghancurkan Kreia - yang kemudian dikenal sebagai Darth Traya - karena dia tidak berambisi dalam mengacaukan keseimbangan galaksi atau the Force. Seorang Jedi bernama Meetra Surik ingin menghancurkan ajaran Sith yang dibuat oleh Kreia setelah mengetahui bahwa dua padawan Kreia, Darth Nihilus dan Darth Sion terbukti memiliki ambisi dalam menghancurkan Republic dan Jedi.

Berbeda dengan Sith. Mereka sangat membatasi gerak individu. Dengan ambisinya, mereka tidak ingin ada yang menyaingi mereka. Walaupun berdiri sebuah kekaisaran dan sebuah council, tapi hal itu tidak menafikan bahwa Sith terkuat begitu mengopresi Sith yang lemah. Lihat kembali rule of two. Tidak boleh ada lebih dari dua Sith dalam satu waktu. Bila ada, maka salah satu harus dibunuh. Contohnya adalah kejadian pada permainan Star Wars: The Force Unleashed (2008). Darth Vader mengangkat seorang anak Jedi bernama Galen Marek (dikenal juga sebagai Starkiller) menjadi padawan-nya. Akan tetapi, kemudian Darth Sidious mengetahuinya dan menyuruh Vader membunuh Marek atau Sidious sendiri yang akan membunuh Marek atau Vader. Jedi tidak demikian. Lihat Episode I ketika Qui-Gon Jinn dan Obi-Wan Kenobi meminta Anakin untuk menjadi padawan baru. Awalnya ditolak oleh Jedi Council dengan alasan “terlalu tua”, namun di akhir Episode I, Yoda menyetujui permintaan Obi-Wan.

Penutup

Ajaran Jedi dan Sith tidak seperti yang diasumsikan oleh Fajar Aji, yaitu Jedi mengekang individu dan Sith membebaskan individu atau subjek. Justru sebaliknya, Jedi sangat mengangkat sisi subjektivitas anggotanya. Setiap pendapat anggota pasti didengarkan. Jedi bukan mengekang subjek, melainkan mengajak subjek untuk mengikuti proses pembelajaran demi mencapai kesempurnaan pengetahuan akan The Force.

Sith pun memiliki proses pembelajaran tersebut. Bahkan, beberapa Sith Lord tidak mau membagi pengetahuannya. Mereka mengopresi siapa pun yang berani bertanya akan pengetahuan yang dimiliki. Bagi Jedi, pertanyaan itu wajar. Hanya saja pertanyaan harus dibatasi sesuai dengan tahapan yang sudah dicapai oleh seorang Jedi. Bahkan Jedi seperti Yoda pun pada akhirnya memperbolehkan sebagian sisi gelap diterapkan oleh Jedi karena bagian dari pengetahuan the Force itu sendiri. Sementara Sith, sampai kapan pun tidak pernah memperbolehkan padawan-nya memakai cara sisi terang seperti belas kasihan kepada musuh dan cinta. Dalam ajaran Jedi, bukan cinta yang dilarang, melainkan keterikatan terhadap yang dicintai.

Sumber: Deadpool UI


Cangkir Putih FIB UI
#HangatKebersamaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar