oleh Nauval Zharkhov El-Hessan | Mahasiswa Filsafat Universitas Indonesia, Fanboy
Saya
baru menemukan sebuah tulisan menarik seputar Star Wars. Ditulis oleh
Fajar Aji, mahasiswa program studi ilmu filsafat, Universitas Indonesia,
dan dimuat di official account Deadpoøl Universitas Indonesia. Secara
ringkas, tulisan yang berjudul “Star Wars dan Penindasan Subyektifitas
Individu” mencoba membandingkan antara ajaran Sith dan Jedi. Penulis
menyatakan bahwa ajaran Jedi pada hakikatnya adalah harmoni, sesuai
dengan kode yang mereka yakini yang selalu diawali dengan kata “Tidak
ada” (There is no…). Lebih lengkapnya, penulis menyatakan, “… Jedi
adalah kumpulan pengguna Force yang berusaha untuk menjaga hidupnya agar
tetap stabil sehingga menciptakan harmoni antar tiap makhluk hidup yang
memang terhubung juga dalam satu medan energi Force.”. Setelah
mengungkapkan itu, kemudian penulis menyatakan bahwa konsekuensi ajaran
Jedi adalah mengekang individu hanya demi mencapai harmoni yang ingin
mereka capai.
Berbeda
dengan Sith. Bagi penulis, Sith sangat mendukung cara kerja alamiah
pemikiran manusia. Sith, dengan segala kodenya yang berakhir dengan “The
Force shall set me free” memiliki konsekuensi logis yaitu membuat
individu berhak melakukan apa yang dia inginkan, “Akan, tetapi kita akan
bisa melihat bagaimana para kesatria Sith berusaha selalu menjadi lebih
kuat dan meraih kemenangan, paling tidak atas dirinya sendiri, kemudian
pada akhirnya membebaskan diri mereka dari rantai yang membelenggu
mereka.”. Akan tetapi, apakah benar Jedi mengekang individu dan
membenarkan harmoni? Apakah memang Sith membebaskan hak individu
terutama setiap disciple-nya?
Subjek dalam Ajaran Sith dan Jedi
Ajaran
Jedi sebenarnya simpel. Mereka mengedepankan harmoni di atas kekacauan.
Mengedepankan perdamaian di atas peperangan. Oleh karena itu, setiap
tugas yang diberikan kepada anggota baru Jedi selalu berkaitan dengan
diplomasi dan negosiasi. Konflik adalah jalan terakhir. Idealis dalam
artian mereka tidak ingin terlibat dalam konflik secara langsung.
Sementara
ajaran Sith berkebalikan dengan ajaran Jedi. Mereka menggunakan The
Force untuk menambah kekuatan mereka sendiri dan menundukkan orang lain
yang dianggap lemah. Tidak ada pengetahuan terlarang dalam Sith.
Sementara pada Jedi masih ada pembatasan pengetahuan. Oleh karena itu,
banyak sekali Sith yang kuat bahkan lebih kuat dari Jedi secara kekuatan
fisik. Paling terkenal adalah Lord Vitiate atau Valkorion yang hadir
pada trailer berjudul Sacrifice untuk expansion pack pada permainan Star
Wars: The Old Republic (2011). Dia menciptakan kekacauan skala galaksi
hanya untuk menjadikan dirinya kekal. Dia juga bisa menundukkan para
Sith Lord di usianya yang masih muda. Dia pun terkenal dengan Eternal
Empire-nya yang bertahan hingga seribu tahun lamanya bahkan dikenal
sebagai Sith Emperor yang berkuasa paling lama di galaksi.
Secara
sekilas, Jedi terlihat mengekang individu atau subjek sementara Sith
tidak. Hal ini bisa dilihat dari peraturan Sith yang dibuat oleh Darth
Bane, yaitu rule of two. Penyebutan rule of two ada pada serial televisi
Star Wars The Clone Wars (2008-2014) Season 6 Episode 13. Dalam
peraturan tersebut, hanya boleh ada dua Sith dalam satu waktu, master
dan padawan. Akan tetapi, padawan diperbolehkan membunuh master-nya bila
memang sudah mampu untuk melakukannya atau bila padawan menganggap sang
master tidak mampu dalam mengemban ajaran Sith.
Bila
dilihat lebih dalam lagi, sebenarnya Jedi justru mengedepankan pendapat
individu atau subjek. Ini dibuktikan sendiri oleh banyaknya anggota
Jedi yang keluar dari Ordo Jedi dan mereka tidak diburu selama mereka
tidak menganggu harmoni. Misalkan saja Ahsoka Tano, padawan Anakin
Skywalker pada serial Star Wars The Clone Wars Season 5 Episode 17
sampai 20. Dia keluar dari Ordo Jedi karena dituduh telah membunuh
seorang tawanan dan Jedi tidak melakukan pembelaan apa-apa melainkan
justru mendukung tuduhan itu. Akan tetapi Tano tidak diburu. Bahkan dia
mendukung Pemberontakan di serial Star Wars Rebels (2014-sekarang)
Season 1 dan 2. Hal serupa juga terjadi pada permainan Star Wars Knights
of the Old Republic II: The Sith Lords (2004). Ada seorang ex-Jedi
bernama Kreia. Dia kecewa dengan ajaran Jedi dan memutuskan untuk
mendirikan sebuah Sith Academy bernama Sith Triumvirate di puing-puing
Malachor V. Tidak ada satu Jedi pun yang tertarik untuk menghancurkan
Kreia - yang kemudian dikenal sebagai Darth Traya - karena dia tidak
berambisi dalam mengacaukan keseimbangan galaksi atau the Force. Seorang
Jedi bernama Meetra Surik ingin menghancurkan ajaran Sith yang dibuat
oleh Kreia setelah mengetahui bahwa dua padawan Kreia, Darth Nihilus dan
Darth Sion terbukti memiliki ambisi dalam menghancurkan Republic dan
Jedi.
Berbeda dengan
Sith. Mereka sangat membatasi gerak individu. Dengan ambisinya, mereka
tidak ingin ada yang menyaingi mereka. Walaupun berdiri sebuah
kekaisaran dan sebuah council, tapi hal itu tidak menafikan bahwa Sith
terkuat begitu mengopresi Sith yang lemah. Lihat kembali rule of two.
Tidak boleh ada lebih dari dua Sith dalam satu waktu. Bila ada, maka
salah satu harus dibunuh. Contohnya adalah kejadian pada permainan Star
Wars: The Force Unleashed (2008). Darth Vader mengangkat seorang anak
Jedi bernama Galen Marek (dikenal juga sebagai Starkiller) menjadi
padawan-nya. Akan tetapi, kemudian Darth Sidious mengetahuinya dan
menyuruh Vader membunuh Marek atau Sidious sendiri yang akan membunuh
Marek atau Vader. Jedi tidak demikian. Lihat Episode I ketika Qui-Gon
Jinn dan Obi-Wan Kenobi meminta Anakin untuk menjadi padawan baru.
Awalnya ditolak oleh Jedi Council dengan alasan “terlalu tua”, namun di
akhir Episode I, Yoda menyetujui permintaan Obi-Wan.
Penutup
Ajaran
Jedi dan Sith tidak seperti yang diasumsikan oleh Fajar Aji, yaitu Jedi
mengekang individu dan Sith membebaskan individu atau subjek. Justru
sebaliknya, Jedi sangat mengangkat sisi subjektivitas anggotanya. Setiap
pendapat anggota pasti didengarkan. Jedi bukan mengekang subjek,
melainkan mengajak subjek untuk mengikuti proses pembelajaran demi
mencapai kesempurnaan pengetahuan akan The Force.
Sith
pun memiliki proses pembelajaran tersebut. Bahkan, beberapa Sith Lord
tidak mau membagi pengetahuannya. Mereka mengopresi siapa pun yang
berani bertanya akan pengetahuan yang dimiliki. Bagi Jedi, pertanyaan
itu wajar. Hanya saja pertanyaan harus dibatasi sesuai dengan tahapan
yang sudah dicapai oleh seorang Jedi. Bahkan Jedi seperti Yoda pun pada
akhirnya memperbolehkan sebagian sisi gelap diterapkan oleh Jedi karena
bagian dari pengetahuan the Force itu sendiri. Sementara Sith, sampai
kapan pun tidak pernah memperbolehkan padawan-nya memakai cara sisi
terang seperti belas kasihan kepada musuh dan cinta. Dalam ajaran Jedi,
bukan cinta yang dilarang, melainkan keterikatan terhadap yang dicintai.
Sumber: Deadpool UI
Cangkir Putih FIB UI
#HangatKebersamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar