oleh Dini Adanurani | Vice-Director of Creative Board Deadpoøl Universitas Indonesia, Mahasiswa Filsafat UI
Ketika
12 UFO mendatangi titik-titik acak di muka bumi, ahli linguistik Louise
Banks (Amy Adams) yang sedang bergumul dengan masa lalunya, direkrut
militer yang diwakili Colonel Weber (Forest Whitaker) untuk mencari tahu
tujuan mereka datang ke Bumi. Bekerja dengan ilmuwan Ian Donnelly
(Jeremy Renner), Louise berusaha mendekati mereka, “menyamakan
frekuensi” demi kelancaran komunikasi. Karena komunikasi ‘adala
koentji’.
Arrival
diangkat dari sebuah cerita pendek, The Story of Your Life oleh Ted
Chiang. Setelah menonton filmnya yang megah, sudut pandang penikmat saat
membaca cerita sedikit dipersempit, sebab cerita pendek ini kurang
memberi perhatian kepada latar suasana kekacauan global dan militer yang
sedang terjadi. Tapi bagi yang ingin mengulik lebih dalam hubungan
pribadi Louise dan penjelasan dari teori-teori linguistik dan fisika
dari Arrival, cerita ini sangat direkomendasikan.
BAHASA DAN KEMANUSIAAN
Faktor
utama yang membuat Arrival menjadi kesegaran baru di ranah fiksi ilmiah
adalah fokusnya terhadap linguistik. Seluruh konsep film ini bergantung
kepada subjek humaniora yang “melekatkan manusia dan peradaban, namun
menjadi senjata pertama yang dikeluarkan dalam kondisi konflik”—kalimat
yang dikutip Ian Donnelly dari pengantar buku Louise Banks.
Donnelly
juga berkomentar kepada Banks dalam film, bahwa ia “meneliti bahasa
seperti ahli matematika”. Menarik untuk melihat bahasa yang sehari-hari
saya dan anda perlakukan sebagai alat untuk memenuhi keinginan pribadi,
dalam film ini diperlakukan sebagai objek penelitian—tak ubahnya katak
yang dibedah dalam eksperimen biologi. Ketika tim bahasa harus
menyampaikan pertanyaan tujuan para alien datang ke bumi, pertanyaan itu
dikupas habis menjadi inti-inti yang harus dipahami pihak alien
tersebut agar bisa memahami pertanyaan itu secara keseluruhan: misalnya,
alien harus terlebih dulu memahami kata tanya, dan mengetahui perbedaan
maka ‘you’ secara singular dan jamak. Bahasa sebagai konsep sejatinya
sangat rumit—manusia bisa memahami begitu banyak hal sampai bisa
berkonversasi verbal dan non-verbal seperti sekarang. Situasi menjadi
filosofis ketika kita harus menggali, apa yang membuat manusia bisa
memahami sesuatu, dan bagaimana cara mentransfer pemahaman itu ke orang
lain.
Dalam film-film
sci-fi, teknologi umumnya digunakan dengan tujuan eksploitasi. Manusia
sudah mengacaukan planet bumi, jadi, saatnya kita mencari planet baru
untuk dikacaukan! Oh, kita belum pernah melihat makhluk ini sebelumnya,
ayo kita tangkap dalam tabung kaca lalu kita teliti. Kalau tidak,
digambarkan sebaliknya—manusia-lah yang dikejar-kejar alien jahat. Di
sisi lain, bahasa dikenal sebagai cara berdiplomasi yang paling damai,
di mana kedua pihak menyatakan apa yang mereka inginkan, dan mencari
cara untuk berkompromi. Di tengah kekalutan militer berskala global,
para tokoh utama kita hanya berusaha mencoba mengetahui maksud pihak
alien. Dalam situasi ini manusia dan alien setara, keduanya sama-sama
pihak luar yang berusaha mencari landasan yang sama, sekalipun
pengetahuan dan cara berbahasa pihak alien lebih kompleks daripada
manusia.
Para ilmuwan
dalam Arrival berusaha saling memahami dengan cara bertukar konsep
dengan para alien, baik dalam bahasa (memperkenalkan konsep seperti nama
spesies, nama pribadi, kata kerja, kata ganti, dll) dan dalam
matematika dan fisika (mendemonstrasikan konsep-konsep seperti geometri,
aljabar, dan kalkulus). Kembali lagi kepada hakikat bahasa, sebagai
alat yang digunakan untuk membangun konsep. Kedua pihak boleh jadi
melihat realita dengan cara yang berbeda, namun ketika kedua pihak
menggunakan bahasa untuk menuangkan realita versi masing-masing ke dalam
bentuk konsep yang dapat dimengerti keduanya, terjalinlah pengertian
dan interaksi lebih lanjut.
HIPOTESIS SAPIR-WHORF
Arrival
didasarkan pada hipotesis Sapir-Whorf, prinsip linguistik yang
berpandangan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara pandang
penggunanya. Ada dua versi hipotesis ini, versi pertama adalah
relativisme linguistik, bahwa bahasa mempengaruhi pikiran dan perilaku
seseorang. Namun versi ekstremnya, determinisme linguistik, meyakini
bahwa bahasa mempengaruhi kognisi seseorang dan menentukan realita
seperti apa yang mereka persepsikan. Dalam artikel Marissa Martinelli
untuk Browbeat, ia mewawancarai seorang ahli linguistik dan kognitif
Universitas Illinois, Betty Birner, tentang pengalaman menonton Arrival
sebagai seorang ahli linguistik, dan seberapa akuratnya film itu
terhadap teori yang ada. Menurutnya, meskipun determinisme linguistik
yang dicomot untuk menjadi fondasi film ini teori yang kurang populer di
antara para ahli, teori tersebut sudah diadopsi dengan tepat.
Teori
ini dikembangkan dalam film berdasarkan sebuah pengandaian: jika
manusia berhasil mempelajari bahasa alien dari dimensi lain yang mampu
mempersepsi waktu secara nonlinear, akankah manusia dapat mempersepsi
waktu dengan cara yang sama?
Heptapod
memahami waktu sebagai sesuatu yang nonlinear; serangkaian kejadian
yang eksis dalam saat yang bersamaan, sementara batas-batas waktu
melebur. Ini yang dijelaskan sebagai moda kesadaran serentak
(simultaneous consciousness) dalam The Story of Your Life, berbeda
dengan kesadaran sekuensial (sequential consciousness) yang dimiliki
manusia. Dalam kesadaran serentak, masa kini dapat dianalogikan sebagai
satu titik yang ada dalam peta besar yang bisa mereka lihat secara utuh.
Otomatis mereka tahu apa yang akan terjadi di masa depan, meskipun
mereka tidak memahaminya sebagai “masa depan”.
Namun
berdasarkan akal sehat, apakah hal ini bisa benar-benar terjadi di
dunia nyata? Katakanlah, manusia berhasil mempelajari bahasa tersebut.
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf, bahasa ini akan mempengaruhi cara
pikir manusia—dalam hal pemecahan masalah misalnya, manusia akan mampu
berpikir dengan pola out-of-the-box dan mengajukan solusi yang tidak
biasa, karena terbebas dari kekangan sudut pandang manusia yang linear.
Tapi manusia takkan bisa melihat realita dalam level kesadaran yang sama
dengan para alien tersebut. Manusia hanya mampu melihat representasi
waktu sebagai hubungan sebab-akibat; tidak sebagai waktu itu sendiri,
karena waktu berada di luar kesadaran sekuensial yang mampu dicapai
manusia.
REALITA HEPTAPOD DAN DETERMINISME
Dalam
film, diperlihatkan kilasan-kilasan peristiwa yang akan datang dalam
kehidupan Louise Banks, dan bagaimana ia memutuskan untuk mengikuti alur
itu sebagaimana mestinya. Masa depan memang memberikannya “resep untuk
menyelamatkan dunia”, namun juga menunjukkan bahwa hubungan yang akan
dibinanya dengan Ian Donnelly gagal dan anak mereka meninggal karena
sebuah penyakit kronis.
Secara
moral, resolusi film ini memberikan berbagai pesan: untuk “merangkul”
takdir, pentingnya mengalami sesuatu secara langsung, dan bahwa
kebahagiaan dalam hidup adalah hal yang layak dialami sekalipun bersifat
sementara. Namun, dari sudut pandang filosofis hal ini menimbulkan
pertanyaan baru: apakah manusia benar-benar punya kehendak bebas?
“Jika kau bisa mengetahui alur hidupmu dari awal sampai akhir, akankah kamu mengubahnya?”
Kalimat
yang diucapkan Louise Banks di akhir film mengindikasikan adanya
kemungkinan manusia bisa mengubah alur hidup yang telah ditentukan
sebelumnya. Namun ia memutuskan untuk menerima takdir dan menjaga
rangkaian peristiwa tersebut.
Keberadaan
free will ini telah menjadi perdebatan filosofis sejak lama, dan
nampaknya takkan berakhir. Solusi masalah ini dijabarkan lebih jelas
dalam versi cerita pendek dibandingkan versi film: bahwa kehendak bebas
itu nyata dalam konteks kesadaran sekuensial. Namun dalam moda kesadaran
serentak, batas-batas antara kebebasan dan keterpaksaan mengabur.
Keduanya sahih dalam konteks yang berbeda. Kerangka berpikir dan
berperilaku heptapod dijabarkan lebih jelas di cerita pendek The Story
of Your Life: tujuan-tujuan kolektif mereka selaras dengan kronologi
sejarah yang sudah ada. Mereka hidup hanya untuk menjadi lakon dalam
guratan naskah sejarah yang dapat mereka baca.
Film
mencapai titik lempar terjauhnya pada pengungkapan bahwa heptapod
datang ke Bumi untuk menghadiahkan bahasa mereka kepada manusia, dan
sebuah rumus kompleks yang tidak dijelaskan fungsinya dalam film.
Dibekali kunci untuk masa depan, para manusia diharapkan untuk membantu
para heptapod tiga ribu tahun kemudian.
PENUTUP
Dalam
kilasan-kilasan masa depannya, ditampilkan bahwa Louise Banks akan
menerbitkan buku mengenai bahasa heptapod, dan mengajarkannya kepada
masyarakat. Banyak konsekuensi akan peristiwa ini yang tidak diceritakan
dalam film, yang dapat dimaklumi, mengingat tujuan film ini hanyalah
untuk menceritakan perjalanan Louise sendiri. Namun, apa yang akan
terjadi jika sebagian besar populasi manusia menguasai bahasa heptapod
dan mampu melihat masa depan? Apakah keadaan akan damai sejahtera karena
mereka memegang “resep menyelamatkan dunia”, atau justru manusia masih
akan memulai peperangan dan bencana kemanusiaan hanya demi melakonkan
realita yang tertera? Bagaimana dengan orang-orang yang akan melakukan
banyak hal yang mereka tidak pahami hanya karena mereka melihat diri
mereka melakukan hal tersebut di masa depan? Apakah otak manusia bisa
berevolusi menjadi serupa dengan heptapod, atau mereka hanya akan
mengadaptasi cara berpikir ini sampai batas tertentu?
Secara
garis besar, Arrival dieksekusi dengan apik sehingga pesan di balik
film tersampaikan, namun masih meninggalkan ruang spekulasi yang
menyenangkan.
Sumber: Deadpool UI
Dan diadaptasi dari tulisan di blog penulis: https://jesuismager.wordpress. com/2017/01/11/arrival-2016- bahas-bahasa-dalam-sci-fi/ https://
Cangkir Putih FIB UI
#HangatKebersamaan
Ok, film ini menarik. Saya kira bahasa ini benar-benar ada. Hahaha
BalasHapus