(oleh: Irfie Maellanie | Alumni Filsafat Universitas Indonesia)
No great genius has ever existed without a strain of madness
(Aristotle)
No great genius has ever existed without a strain of madness
(Aristotle)
Gangguan mental kerap kali dianggap sebagai sebuah kondisi yang melumpuhkan penderitanya secara kognitif dan berimplikasi pada kemampuannya sebagai makhluk sosial dalam masyarakat. istilah orang gila untuk menyebut individu yang bertingkah di luar norma sosial dan etika yang disepakati dalam masyarakat seolah secara otomatis menempelkan stigma bahwa individu yang menderita gangguan psikotis hilang esensinya sebagai manusia yang dapat berpikir dan bersikap secara rasional, karena ketika seorang individu dinyatakan gila, maka artinya individu tersebut tidak rasional. Namun, bagaimana konteks irasionalitas yang ada dalam gangguan mental ini jika ditarik hubungannya pada seni? Adalah hal yang dirasa wajar dan sudah menjadi semacam inside joke skala global bahwa para pekerja seni mengidap disorder atau gangguan, entah pada kepribadiannya atau pada kejiwaannya.
Banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kejeniusan sering diasosiasikan dengan gangguan mental. Vincent van Gogh disebutkan menderita bipolar, di luar konteks seni, filosof jenius, Immanuel Kant disebut memiliki personality disorder, dan bagaimana Beethoven yang merupakan komponis ternama dunia dapat menciptakan komposisi musik sedangkan ia menderita tuli? Lain halnya dengan Hector Berlioz. seorang komponis dari Perancis di jaman Romantik. Berlioz dengan sengaja menggunakan opium untuk merasangsang produktivitas kreatifnya. Bryan Lewis Saunders melakukan percobaan terhadap efek jenis obat-obatan dan melukis dirinya sendiri ketika ia dalam pengaruh obat tersebut. Hasilnya, masing-masing obat-obatan yang digunakannya, mulai dari crystalmeth, kokain, hingga obat batuk merubah perspektif atas dirinya sendiri yang dapat dilihat dari hasil lukisan-lukisannya.
Dalam sejarah perkembangan dunia seni lukis, kita mengenal aliran Surealisme, Kubisme, Romantisme, Impresionisme, Ekspresionisme, Naturalisme, Realisme, Fauvisme, Dadaisme, Futurisme, Pop Art, Abstraksionisme, dan masih banyak lagi aliran dan jenis seni lukis lainnya yang terus berkembang sebagai konsekuensi semangat zaman yang dinamis. Namun di tengah perkembangan seni tersebut, lahir jenis seni yang mengakomodasi seniman-senimannya yang mengalami gangguan jiwa. Seni tersebut bernama Outsider Art.
Sejarah kemunculan seni ini mengikuti perubahan paradigma terhadap penanganan orang-orang yang menderita gangguan mental. Tidak ada catatan pasti siapa orang pertama yang menderita gangguan jiwa, tetapi orang-orang yang menderita gangguan mental pernah mengalami sejarah kelam dalam penanganan penyakitnya. Mulai dari penanganan dalam bentuk doa-doa, pengurungan, pemasungan, diet, suntik insulin, perintah bedrest dari dokter, hingga percobaan operasi otak yang justru malah merusak fungsi otaknya itu sendiri. Orang-orang yang mengalami gangguan mental mulai diperlakukan sebagai manusia setelah kematian Freud. Salah satu terapi yang diberikan kepada pasien yang dirawat di insitutsi psikiatri adalah dengan seni atau disebut juga sebagai art therapy.
Ketertarikan terhadap seni yang dilahirkan dari institusi psikiatri dimulai dari penemuan Jean Dubuffet atas karya-karya yang tidak biasa tersebut di institusi psikiatri di Prancis dan Swiss setelah Perang Dunia II. Singkatnya, penemuan karya-karya yang dilahirkan oleh pasien institusi psikiatri ini dianggap sebagai sebuah penemuan yang mengafirmasi bahwa orang gila menciptakan karya yang juga gila. Mengutip Maclagan, paling tidak ada dua alasan mengapa seni ini menjadi istimewa. Pertama karena karena seni yang dilahirkan di institusi psikiatri ini bukanlah seni yang selama ini kita kenal, dan kedua karena penciptanya seolah-olah tidak memiliki motif biasa dalam penciptaan karyanya. Motif ini disebut oleh Freud sebagai fame, money, and the love of women atau popularitas, uang, dan kecintaan terhadap perempuan.
Konsep Outsider Art sendiri menawarkan cakupan yang lebih luas, artinya seni ini bukan hanya eksklusif milik orang-orang psikotis yang dirawat di institusi psikiatri. Maclagan mendefinisikan Outsider Art sebagai seni yang diciptakan oleh orang-orang yang tidak mengikuti ekspektasi sosial dalam hal nilai-nilai dan definisi kenormalan hingga para penciptanya sendiri tidak merasa atau mengklaim dirinya adalah seniman. Sebuah seni yang tidak berhutang pada kebudayaan, seni yang tidak memiliki tempat dalam buku atau museum apapun. Dengan kata lain, para senimannya adalah orang-orang yang merasa bahwa dirinya tidak memenuhi persyaratan konvensional, baik secara sosial, psikologis, maupun artistik pada kebudayaan yang mereka hidupi. Outsider Art sendiri bagi Dubuffet tidak dapat dibandingkan dengan cultural art, karena seni ini merupakan seni yang superior karena memuat ekspresi yang tanpa basa-basiia diciptakan begitu saja sebagai sebuah bentuk ekspresi seni yang murni.
Seni sebagai salah satu upaya untuk memahami mind para seniman yang gila bukanlah merupakan hal yang aneh dalam dunia psikiatri. Yang menjadi dasar pemikirannya adalah gagasan bahwa seni sebagai terapi dalam praktek di institusi psikiatri merupakan ekspresi yang subversif dan individualistik, namun disaat yang bersamaan merupakan proses otomatis hasil kerja ketidaksadaran.
Tidak diketahui secara pasti jika Berlioz menderita gangguan mental, tetapi penggunaan opium (yang semula bertujuan untuk menghilangkan sakit giginya) untuk merangsang kreativitasnya paling tidak menunjukkan bahwa ada sesuatu yang ditawarkan oleh gangguan atau disorder kepada orang-orang yang menciptakan karya dari kemampuan mereka berimajinasi. Sebuah perspektif yang berbeda yang hanya bisa dilihat dari kacamata sebuah disorder.
Menghubungkan kondisi kejiwaan seniman dengan karya seninya, maka seni yang dilahirkan dari perspektif kreativitas orang gila yang dimarjinalkan dari aturan kebudayaan sosial seolah menggugat posisinya dalam narasi besar seni. Nama-nama besar dalam seni seperti van Gogh dan Beethoven yang karyanya dipuja dalam cultural art, setelah ditelusuri ternyata mengalami gangguan pada kejiwaannya. Sudah saatnya pula, karya para hidden geniuses yang ada di balik pintu kamar institusi psikiatri dianggap serius dalam diskursus narasi seni.
Sumber:
Blom, Jan Dirk. 2010. A Dictionary of Hallucinations. London: Springer.
Carota, Antonio, et al. 2005. dlm. Understanding Van Gogh's Night: Bipolar Disorder.
Neurological Disorders in Famous Artists Part 1. Basel: Karger.
Guard, Oliver dan François Boller. 2005. dalam. "Immanuel Kant: Evolution from a Personality 'Disorder' to a Dementia". Neurological Disorders in Famous Artists Part 1. Basel: Karger.
Hayter, Alethea. 1986. Opium and the Romantic Imagination. Berkeley and Los Angeles, California: University of California Press.
Maclagan, David. 2009. Outsider Art From the Margins to the Marketplace. London: Reaktion Books, Ltd.
Rosen, Charles. 1972. The Classical Style: Haydn, Mozart, and Beethoven. New York: W.W.Norton & Company.
Saunders, Bryan Lewis. tt. Under The Influence. http://bryanlewissaunders.org/drugs/
Wolf, Paul L. 2010. dlm. "Hector Berlioz and Other Famous Artists with Opium Abuse". Neurological Disorders in Famous Artists Part 3. Basel: Karger.
Sumber Gambar:
Daniel Johston Outsider Art
Cangkir Putih FIB UI
#HangatKebersamaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar